Selasa, 27 September 2011

Kewenangan Perizinan Penanaman Modal Dalam Negeri (pmdn) Provinsi, Kabupaten dan Kota



Dalam menarik investasi salah satu faktor yang menentukan adalah kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan kepada para investor yang berminat melakukan investasi. Sementara kebijakan pelayanan perizinan penanaman modal di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir selalu berubah-ubah sehingga dapat membingungkan penanam modal. Bila ditelusuri dalam kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2009 kebijakan pelayanan mengalami beberapa kali perubahan yaitu mulai dari Keppres No. 97/1993 yang diubah dengan Keppres No. 115/1998 jo. Keppres No. 117/1999 dan Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/1999 posisi provinsi adalah sebagai penyelenggara pelayanan administrasi pelayanan penanaman modal diberikan kewenangan mengeluarkan persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Kebijakan tersebut diubah dengan Keppres No. 29/2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka pma dan pmdn melalui sistem pelayanan terpadu satu atap yang pada intinya menarik kembali ke BKPM kewenangan persetujuan pmdn yang telah dilimpahkan ke provinsi.

Dalam perjalanannya ternyata pelayanan perizinan kita tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam kecepatan penyelesaian izin memulai usaha. Setelah dievaluasi maka guna meningatkan daya saing dengan negara lain pemerintah mengeluarkan kebijakan pelayanan penanaman modal melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) berdasarkan Perpres No. 27 tahun 2009 dimana kewenangan perizinan dan non perizinan kembali menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai pelaksanaan UU No.25 tahun 2007 dan PP No.38 Tahun 2007.

Kewenangan Pemrov, Pemkab/Kota.

Pelaksanaan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) bidang penanaman modal tidak terasa sudah berlangsung lebih dari satu tahun sejak dikeluarkannya Perpres No. 27 tahun 2009 tanggal 23 Juni 2009. Perpres tersebut menjelaskan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang sudah menjadi kewenangan pemerintahan provinsi dan pemerintahan kab/kota dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota (ps 11 ayat 3 huruf a dan ps 12 ayat 3).

Sebelum menyelenggarakan kewenangan urusan pemerintahan bidang penanaman modal daerah diberikan waktu 2 tahun mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi, tempat, sarana dan prasarana kerja dan media informasi, mekanisme kerja dan sistem pelayanan informasi dan pelayanan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE). Selama masa transisi PTSP BKPM dapat memproses permohonan Perizinan dan Non Perizinan penanaman modal atas urusan pemerintahan dibidang penanaman modal yang menjadi kewenangan provinsi atau pemkab/kota berdasarkan pasal 67 ayat 2 dan 3 Perka Kepala BKPM No.12 tahun 2009

Menjelang batas waktu 2 tahun pada tanggal 23 Juni 2011 sebagai batas waktu sudah diterapkannya PTSP di daerah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan Surat Edaran No. 2 tahun 2011, tanggal 7 Maret 2011 kepada Para Gubernur, Para Bupati dan Walikota seluruh Indonesia yang mengingatkan daerah agar memperhatikan batas waktu penerapan sistem pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal (PTSP). Persoalan yang timbul dalam pelimpahan kewenangan adalah keengganan intansi teknis menyerahkan kewenangannya kepada PTSP. Sebetulnya bila di kaji sangat tergantung dari kebijakan Gubernu/Bupati/Walikota bila mereka memandang PTSP sangat penting untuk peningkatan pelayanan masyarakat khususnya dunia usaha maka instansi teknis tidak dapat menghalangi.

Penting bagi daerah guna melaksanakan secepatnya kewenangan mengeluarkan perizinan dan non perizinan pmdn seperti izin prinsip perluasan, izin usaha sehingga investor tidak perlu lagi ke BKPM di Jakarta. Izin penanaman modal yang diberikan oleh PTSP kepada investor berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Gubernur untuk PTSP Provinsi dan Bupati/Walikota bagi PTSP di Kabupaten dan Kota melalui Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati. Lingkup kewenangan perizinan penanaman modal antara provinsi dan kabupaten/kota diatur bila proyek penanaman modal berlokasi di satu kabupaten/kota menjadi kewenangan kabupaten/kota yang bersangkutan bila proyek penanaman modal berlokasi lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi.

Kewenangan BKPM

Pembagian kewenangan urusan penanaman modal semakin jelas antara Pemerintah, Provinsi, Kabupaten dan Kota setelah dikeluarkanya PP No. 38 tahun 2007. Lingkup kewenangan pemerintah pusat (BKPM) dibidang perizinan dan non perizinan penanaman modal dilakukan apabila proyek penanaman modal berlokasi lintas provinsi dan penanaman modal yang hanya menjadi urusan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat 7 UU No.25 tahun 2007. Urusan pemerintah pusat tersebut meliputi penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi, penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing yang berasal dari pemerintah negara lain didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain.

Badan Koordinasi Penanaman Modal terus mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mempersiapkan diri bagi terselenggaranya fungsi pelayanan perizinan dan non perizinan PTSP. Untuk itu BKPM telah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan PTSP bidang penanaman modal terhadap aparatur penanaman modal daerah sebanyak 18 angkatan dalam tahun 2010 dan melakukan pelatihan SPIPISE. Melalui diklat diharapkan mampu mendorong kesiapan daerah menepati batas waktu penerapan pelayanan perizinan penanaman modal dalam negeri didaerah. Apabila terjadi keterlambatan pembentukan PTSP didaerah berarti tertundanya Pemerintah Provinsi/Kab/Kota melaksanakan kewenangannya mengeluarkan izin penanaman modal dalam negeri (PMDN) sehingga investor terpaksa harus ke BKPM pusat untuk menyelesaikan izin dan non perizinan yang sebenarnya sudah dapat dikeluarkan daerah.

(Penulis adalah Widyaiswara Madya pada Pusdiklat BKPM, Jakarta)

i-Frame