Senin, 24 Oktober 2011

Tujuh Provinsi Terbaik Mampu Gaet Investor?

Jika masalah infrastruktur tidak diselesaikan, akan menghambat datangnya investor.

Pembangunan Jalan Layang Kampung Melayu - Tanah Abang. Infrastruktur yang baik dinilai penting untuk menarik investor.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menganugrahkan penghargaan kepada tujuh provinsi terbaik yang terpilih dalam Regional Champions 2011 karena memiliki iklim investasi yang baik.

BKPM juga memberi penghargaan bagi kabupaten dan kota terbaik sebagai penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal. Pemilihan itu dilakukan secara kualitatif dengan pengumpulan data dan informasi di lapangan berdasarkan indikator tertentu. Indikatornya yaitu iklim investasi, ketersediaan SDM dan SDA, dukungan infrastruktur.

Berdasarkan pengumpulan data, terpilih 10 nominator provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Bali, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat.

Kesepuluh nominator itu kemudian presentasi di hadapan tim penilai yang terdiri dari komite penanaman modal, komite pemantauan pelaksana otonomi daerah, unsur akademisi dan BKPM. Maka terpilih tujuh provinsi terbaik, yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat.

Penghargaan serupa tahun 2010 dimenangkan oleh Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Papua.

Sementara untuk pemilihan kabupaten/kota terbaik yang memiliki pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) terdiri dari 265 peserta meliputi dari 229 kabupaten dan 36 kota. Penilaian mempertimbangkan indikator kelembagaan dan pelimpahan kewenangan, SDM yang memiliki kompetensi handal, sarana dan prasarana kerja, dan media informasi dan mekanisme informasi. Indikator lainnya yaitu ketersediaan layanan pengaduan atau help desk dan interkoneksi sistem pelayanan informasi, dan pelayanan investasi secara elektronik.

Dalam kategori itu, terpilih 20 nominasi kabupaten yang melakukan paparan di tim penilai yang terdiri dari Sekretariat Wapres, Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri, BPKP dan BKPM.

Kabupaten terbaik dalam PTSP adalah Rokan Hulu Riau, Indra Giri Hulu, dan Ogan Komering Hilir. Mereka terpilih karena memiliki badan penanaman modal daerah yang lebih baik. Sementara untuk kota tiga terbaik yaitu Pare-Pare, Dumai, dan Surakarta yang memiliki kantor pelayanan perizinan terpadu lebih baik dibandingkan dengan kota lain.

Menurut Kepala BKPM, Gita Wirjawan, peranan pemerintah daerah sangat diperlukan, terutama untuk mengantisipasi ketatnya persaingan global. Diharapkan penganugrahan ini bermanfaat untuk memotivasi dan mendorong penanaman modal di kabupaten dan kota. "Serta meningkatkan pelayanannya," ujarnya di Jakarta, Rabu 12 Oktober 2011.

Target Investasi

Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan investasi Rp2 ribu triliun per tahun, sementara di tahun 2014 membutuhkan Rp4 ribu triliun per tahun. Padahal dalam APBN hanya tersedia investasi Rp755 triliun (asumsi 2014).

"Dari mana itu? BUMN memberikan komitmen investasi Rp900 triliun. Sisanya kita memerlukan investasi swasta nasional dan foreign direct investment," ujarnya.

Disinilah pentingnya kemudahan investasi. Padahal investasi sangat bergantung pada kemudahan, keamanan dan kepastian hukum. Pelayanan satu pintu menjadi solusi bersama agar yang datang melakukan investasi cukup datang ke satu pintu. "Cukup datang ke satu pintu dan selesai urusannya," tambahnya.

Tahun ini pemerintah menargetkan investasi sebesar Rp240 triliun. BKPM optimis dapat memenuhi target ini. Realisasi investasi semester I/2011 mencapai Rp115 triliun atau 48,2 persen dari target sebesar Rp240 triliun.

Investasi tersebut terdiri atas Rp82,6 triliun penanaman modal asing dan Rp33 triliun untuk penanaman modal dalam negeri. Jika dibandingkan dengan investasi semester I-2010, terjadi peningkatan sebesar 24,4 persen.

Padahal, daya saing Indonesia sendiri menurun dari peringkat 44 pada 2010 menjadi peringkat 46 tahun ini dari 142. Hal itu tercantum dalam The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dikeluarkan World Economic Forum.

Meski mengalami penurunan, Indonesia tetap dianggap memiliki kinerja terbaik di antara negara berkembang di kawasan Asia, setelah Malaysia, China dan mengalahkan India, Vietnam, Filipina. Hal itu dilatarbelakangi kondisi makro ekonomi yang membaik meski ada kekhawatiran terhadap inflasi.

Indonesia dinilai memiliki kualitas infrastruktur yang rendah (peringkat 76). Belum adanya pembangunan fasilitas pelabuhan, dan tidak menunjukkan adanya tanda kemajuan di bidang ini, dinilai cukup mengkhawatirkan. Selain itu, kondisi pasokan listrik juga masih tidak dapat diandalkan (peringkat 89).

Penilaian institusi publik juga menurun 10 tingkat menjadi peringkat 71. Meski pemerintah tengah mengatasi isu korupsi, suap, namun isu ini masih dianggap menjadi faktor bermasalah dalam melakukan bisnis di tanah air.

Untuk meningkatkan daya saing, Indonesia perlu melakukan efisiensi tenaga kerja (peringkat 94), dan meningkatkan kesiapan teknologi (peringkat 94) yang masih lamban.

Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanya mengatakan, menurunnya daya saing di Indonesia lebih disebabkan lemahnya pembangunan infrastruktur di daerah-daerah.

"Belum meratanya pembangunan infrastruktur di berbagai daerah dan desa, seperti pembangunan jalan yang belum merata. Ini yang paling menghambat," kata Anggito

Menurutnya jika masalah infrastruktur ini tidak diselesaikan maka akan menghambat datangnya investor ke Indonesia.

i-Frame